Gagal itu sebenarnya biasa-biasa saja, yang tak biasa itu adalah gagal tapi pura-pura berhasil. Percayalah, berbohong itu sama sekali tak baik. Apalagi, jika kebohongan itu dipraktikkan ke diri sendiri. Itu jauh lebih tak baik.
Kalau kita masuk ke toko buku, kita akan mudah menemukan beragam buku yang mengajarkan bagaimana cara merengkuh keberhasilan: Trik Superjitu Lolos Tes CPNS, Strategi Sukses Lulus UN, Menggapai Hidup Bahagia Dunia Akhirat, 99℅ Lolos TNI atau Polri, Bocoran Pertanyaan Alam Kubur Plus Kunci Jawaban, dan sebagainya dan sebagainya.
Tapi, kita akan sulit menemukan buku tentang bagaimana cara menghadapi kegagalan yang baik dan benar. Bahkan, buku karya Mark Manson yang konon mengajari “Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat” saja, ternyata tak lebih dari buku motivasi yang biasa-biasa saja, yang klise, yang menyebut bahwa kegagalan adalah awal dari kesuksesan.
Cobalah untuk berhenti memercayai jargon kosong semacam itu. Kalimat itu sama sampahnya dengan slogan sok heroik yang mengatakan bahwa seorang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sebuah kalimat yang seakan adalah sanjungan, tapi di lain sisi adalah upaya penjinakan yang meninabobokan, agar para guru tak begitu bersemangat untuk menuntut kesejahteraan yang lebih layak. Kenapa? Karena, mereka adalah pahlawan. Tanda jasanya mana? Tak ada.
Jargon itu, juga sama sampahnya dengan pernyataan gombal tentang bagaimana sebuah niat baik, pasti akan berakhir baik. Hidup tak semudah itu, Ferguso. Berapa banyak anak-anak yang terlantar dan terzalimi dan tersakiti akibat perceraian orang tuanya? Apakah niat kedua orang tuanya ketika menikah dulu sama sekali tidak baik? Memangnya, mereka berniat untuk saling menyakiti sejak jauh-jauh hari? Atau, sebenarnya niatnya sudah baik, tapi masih belum cukup baik? Lalu, siapa yang berhak menentukan baik tidaknya sebuah niat?
Kegagalan itu bukan awal dari keberhasilan, Naq Muda. Gagal adalah gagal. Titik. Kegagalan adalah keberhasilan yang tak pernah terjadi. Dan, cara terbaik untuk gagal adalah menghadapi kegagalan itu sebagai fakta yang nyata. Tanpa alasan. Tanpa pembenaran.
Untuk itulah, wahai para orang tua yang terhormat (dan selalu ingin dihormati buah hatinya), ajarilah anak-anak kalian untuk gagal, sedini mungkin. Tanamkan di otak anak-anakmu, agar mereka paham, bahwa di dalam hidup ini, ada banyak hal yang bisa mereka dapatkan. Tapi, yang tak bisa mereka dapatkan, jauh lebih banyak.
Hidup ini perkara keseimbangan. Ada hitam, pasti ada putih. Ada siang, pasti ada malam. Ada keberhasilan, pasti ada kegagalan. Manusia punya keinginan, tapi semesta punya keputusan. Masalahnya di situ.
Ajarilah anak-anakmu untuk menerima kegagalan secara biasa-biasa saja.Dengan cara bagaimana? Berilah contoh. Terimalah kegagalan sebagai fakta, tak perlu dihindari, tak perlu apologi.
Mengajari soal ini adalah perkara penting. Agar kelak, ketika buah hatimu iseng mencalonkan diri sebagai presiden, dan ternyata hanya menjadi runner-up, bahkan sampai dua kali berturut-turut, dia paling hanya akan menangis, tapi tak akan membuat repot orang satu negara.